Nah, 2011 tinggal hitungan hari lagi, kira-kira apa rencana kalian untuk merayakannya? :D
26 Desember 2010
Taman kota
Nah, 2011 tinggal hitungan hari lagi, kira-kira apa rencana kalian untuk merayakannya? :D
12 Desember 2010
10 Desember 2010
Facebook addict
Saya punya teman (teman sekelas tapi ngga' berteman di facebook). Setiap beberapa menit pasti dia update status. Yang masuk sekolah-lah, yang bosen-lah, yang lapar-lah, yang ke pasar-lah, yang mau tidurlah, bahkan sebelum ke wc-pun masih sempat (ato menyempatkan) update status khas anak-anak alay: "duch, peerud gag enaG nich, pengen bokerr.." berapa detik kemudian, kaburlah dia ke wc.
Benar-benar fesbuk addict.
Rabu lalu, guru sejarah ngadain uts dadakan. Ketika saya sibuk putar otak hingga jungkir-balik, teman saya yang facebook addict ini malah sibuk mengomentari status temannya.
Saya-pun hanya bisa geleng-geleng kepala. Dari pada sibuk mikirin dia, mending mikirin soal uts yang ada didepan mata, mikirin soal-soal terlaknat yang bikin sakit kepala...
08 Desember 2010
"Halo! Nama saya apokpak!"
Sudah sejak kelas 1 es-em-pe saya pengen bikin sebuah karakter komik yang original alias aseli hasil tangan saya sendiri, namun baru kesampaian beberapa hari yang lalu. Mengingat, menimbang, dan seterusnya bahwa saya pemula dalam hal per-comicstip-an di Indonesia maupun di dunia yang masih terbatasi oleh ruang dan waktu *jiah*
Dan masih mengingat bahwa saya adalah pemula dalam hal percomistripan, maka jangan marah klo banyak terjadi kesalah kata maupun gambar.
Oia, tokoh ini 100 persen hasil
Adapun saya bikin komik ini hanya dikarenakan ingin menyalurkan hobi corat-coret saya dan berbagi karya dengan para pembaca...
Salam kenal dari apokpak :)
24 November 2010
18 November 2010
Kambing kurban
"Wah, kasian sekali dia." pikir saya, "Kira-kira dia sudah update blog untuk terakhirnya ngga' ya?"
Berawal dengan rasa keprihewanan yang tingga dan pikiran aneh tersebut, saya meluangkan waktu untuk menciptakan comicstrip ini yang jeleknya minta ampun. Ya, maklumlah, baru pertama kalinya buat... hehe ^^
19 Oktober 2010
Keong racun dan lagu anak-anak
Sahabat saya: hafal lagu "pelangi-pelangi"?
Si anak kecil: *geleng-geleng*
Sahabat saya: klo "Naik delman"?
Si anak kecil: *geleng-geleng*
Sahabat saya: "Balonku ada lima"?
Si anak kecil: *tetap geleng-geleng*
Sahabat saya: nah, klo "Keong racun"?
Si anak kecil: *mengangguk antusias*
Saya dan Sahabat saya: *geleng-geleng*
07 Oktober 2010
Bulud dan bersepeda pagi
Tau kah anda akan BULUD?
Bahkan google-pun tidak tau BULUD yang saya maksud. (Haha!)
BULUD ini adalah sejenis makanan gorengan yang... Yang... Yang... yang gimana ya?? (Ternyata saya sendiri juga ga' tau mendeskripsikan BULUD...) Intinya, BULUD bukanlah istri PAK LUD, tetapi adalah sejenis ketan yang digoreng dengan tepung (seperti halnya pisang goreng), dan paling enak dimakan ketika masih hangat. Dimakan dengan saus sambal enak, dengan sambal kacang juga enak. Lhaaa... itulah BULUD :)
Kembali ke cerita, jadi ketika pikiran yang amat amat amat mulia itu terlintas, maka bersegeralah mencari kendaraan atau tumpangan yang bisa digunakan untuk beli bulud. (Maklum, 'pabrik' buludnya sekitar 1 kilometer dari rumah... :D)
Pencarian kendaraan-pun dimulai.
Bawa mobil? Ini ter-la-lu. Selain capek yang mau bawa, capek juga yang mau ngisi bensinnya.
Bawa motor? Nah, ini juga. Sebenarnya bukan karena masalah capek ga' capeknya, tapi ini masalah yang lebih mendasar lagi, motornya siapa? Lhaaa...
Akhirnya, setelah banting kanan-banting kiri ga' dapat kendaraan juga, secara tak sengaja, kedua mata saya berhasil menangkap sesosok kendaraan beroda dua tanpa busana: sepeda. Yup, sepeda roda dua. Tanpa motor tanpa spion.
Bawa sepeda? Hm... lumayan menantang. Selain beli bulud, lumayan sambil berolahraga pagi.
Dan seperti yang diperkirakan, benar-benar menantang. Entah kenapa jalan yang biasa saya lewati ketika beli bulud pada dini hari kok terasa lain ya? Jalanan yang biasanya terang tiba-tiba gelap, dini hari yang biasanya sepi tiba-tiba sangat sepi. kucing yang biasanya mengeong tiba-tiba mengeong. Ada yang aneh memang, karena terbiasa bawa sepeda motor, jalanan yang gelap menjadi terang terkena sinar lampu sepeda motor. Nah, sekarang bawa sepeda tanpa motor, mana ada lampunya?
Ya, seperti makan buah simalamakamalamaka: maju takut, mundur sudah terlanjur. Terpaksa, maju... dengan bulu kuduk berdiri semua.
Tikungan pertama masih biasa, jalan terang benderang, tak perlu ada yang ditakutkan. Memasuki tikungan kedua, jalanan mulai gelap, tebing kanan-kiri, dan tentu: sepi. Tak ada lampu, tak ada orang. Lampu jalan yang paling dekat sekitar 50 meter didepan. *glek!* tanpa pikir panjang lagi, maju. Biar ga' takut diakali dengan berkonsentrasi ke jalan. Nah, sesampainya ditikungan ketiga kanan-kiri berganti kuburan. Bukan itu yang sebenarnya saya takutkan, namun jalan yang menurun di-ikuti dengan tikungan tajam tanpa penerengan. Sekali lagi, konsentrasi. Namun orang takut tetaplah takut: bagaimana jika ada pocong yang muncul? Ato tiba-tiba ada gendruwo yang menyetop? Namun yang lebih saya takutkan lagi adalah ketika sekonyong-konyong gitaris kangen band muncul narik-narik baju minta diajari maen gitar. Bayangkan kawan, bayangkan!
Selesai melewati 2 tikungan tajam, tinggal saatnya melewati tikungan terakhir: perempatan. Sebenarnya tak ada yang perlu dikhawatirkan, namun, saya masih ketakutan dengan gitaris-kangen-band-itu. Bagaimana kalau seandainya dia tiba-tiba muncul diperempatan sambil menyeret-nyeret gitarnya dan mengejar saya? Ah... khayalan yang ter-la-lu. Ter-la-lu menyeramkan.
***
Perjalanan pulang sudah tak begitu menakutkan, tentu setelah belajar dari pengalaman ketika berangkat tadi. Hanya saja masalahnya berubah: tanjakan. Selama naik sepeda motor tak ada masalah. Nah bawa sepeda tanpa motor?
Yah, sebenarnya, tantangan jalan tanjakan tak seberat yang dibayangkan. Ketika saya menjalaninya tak ada masalah. Ya lumayanlah, lumayan bikin ngos-ngosan. Walaupun melelahkan, bersepeda pagi sambil beli bulud adalah hal yang menyenangkan sekaligus menantang... dan sedikit menyeramkan. Mungkin lain kali saya akan mencobanya kembali, beli bulud sambil bersepeda pagi... :)
08 Januari 2010
Antara Ujian, mabuk soal, dan nyontek
11 Januari datang adalah tanggal merah buat saya. Bukan karena hari lagunya Gigi (11 januari bertemu... dst), hari Natal, Nyepi, Idul Fitri atau Idul Adha, hari libur Nasional dan semacamnya, apalagi hari akhir zaman. Tapi benar-benar hari merah; UJIAN SEKOLAH. Percaya atau tidak, inilah hari yang paling ditunggu oleh semua siswa di sekolah saya.
Bagi saya, ujian akhir semester membawa perubahan yang lebih baik. Contohnya saja, kita akan lebih sering melihat siswa berseliweran membawa buku untuk belajar (tapi ada beberapa yang malah membawa buku untuk dijadikan bantal), sampai-sampai mata mereka berubah warna menjadi hijau. Bukan karena mereka melihat uang setumpuk atau emas berkilo-kilo, tapi mereka mabuk. mabuk soal lebih tepatnya. Mata mereka disiksa dengan kejamnya agar tetap terbangun, bagaimanapun caranya; menggunakan kopi (bukan dengan cara disiramkan ke mata!), camilan (dengan cara dimakan, bukan di cungkilkan kemata!), ataupun semacamnya, hingga mata mereka berdarah-darah. Eh, ga' segitunya sih, tapi pokoknya mereka berusaha jangan sampai ketiduran, itu saja. Tapi, hawa ujian yang membuka hati mereka untuk belajar lebih rajin dan giat tak dilalui oleh semua siswa. Ada beberapa yang lebih suka melalui jalan pintas yang rutenya lebih cepat walaupun resikonya lebih besar, tak salah lagi ialah menyontek. Sudah dipastikan, dimanapun sekolahnya, pasti ada siswa yang berusaha menyontek, bagaimanapun caranya. Dari yang buat catatan di sebuah kertas atau di atas bangku, hingga membuat prasasti di tangan dan kaki mereka. Dari yang catatan kecil yang cuma segaris atau separagraf, hingga catatan yang tebalnya hampir menyamai buku pelajarannya (Lha, ngapain buat contekan klo sampe' setebal buku pelajaran, mending bawa aja tuh buku pelajarannya!). Ada juga cara yang lebih kreatif tanpa harus membuat prasasti ataupun semacamnya: bertanya ke siswa yang lebih pintar. Sungguh kreatif kawan!
Saya pernah mengalaminya satu kali. Waktu itu pelajaran yang diujikan Biologi, dan saya termasuk siswa yang lumayan mengerti didalam kelas.
Si Penanya soal Biologi (SPSB): ssstt-ssstt!! heh!!
Saya: (noleh-noleh cari orang yang manggil)
SPSB: *nomer 7 sampe 16. ga tau nih!* (dengan suara pelan)
Saya: (memberi jawaban menggunakan sandi rahasia tangan yang cuma saya, SPSB, dan seluruh siswa yang tau)
SPSB: *makasih!*
Saya: *sama-sama...*
Entah, kenapa si penanya tersebut percaya kepada saya, padahal waktu itu, lembar jawaban saya masih putih mulus tak berisi. Tapi ada untungnya juga dia bertanya kepada saya, sebab saya termasuk orang yang masih ingat dan mengamalkan pelajaran PKn di sekolah tingkat dasar, yaitu: menolong sesama warga negara yang kesusahan. Walaupun waktu itu saya ga' tau jawaban dari soal-soal tersebut, dengan rasa saling tolong-menolong yang kuat, maka saya menolong si penanya tersebut dari soal-soal terlaknat tersebut yang membuat orang epilepsi stadium tiga atau dalam kata lainnya: mabuk soal. Sungguh perbuatan yang mulia sodara-sodara...
Dan yang terakhir, sekedar pesan untuk para pembaca: Don't try this at home. Jangan dicoba dirumah, dicoba dikelas saja.
Salam sukses!