23 November 2009

Lho, kok...??

Pada suatu malam, saya datang bertamu ke rumah kakak saya.

Begitu saya masuk, pemandangan yang disuguhkan begitu menggoda; rokok, asbak, kopi, buku, hape, kabel, kertas, bolpen, tas, jajan, botol, telpon, cangkir, dan barang-barang lainnya berserakan begitu saja, mengelilingi seonggok komputer yang diam dan bisu. Seolah-olah barang-barang itu siap dibuang ke tong sampah.

inilah pemandangan yang sangat menggoda tersebut...

“Maaf ya Wie’, saya masih belum sempat ngeberesin barang-barang saya…” ucap kakak saya.

“oh, biasa kak, dikamar saya juga begini kok…” balas saya, santai.

Dan setelah itu, percakapan demi percakapan mengalir hingga saya pamit untuk pulang.

Setelah beberapa hari, saya datang lagi ke rumah kakak saya.

Dan seperti sebelumnya, suasana yang disuguhkan tetap saja menggoda, cuma beberapa barang saja yang tampak pindah dari tempat sebelumnya. Intinya, tetap saja berantakan.

Langsung saja saya bertanya: “lho, kok tetap berantakan kak?”

Sayangnya, saya tidak melihat ekspresi wajah kakak saya…

20 November 2009

Mobilku sayang, mobilku malang...

Saya dulu punya mobil.

Lebih tepatnya, dulu saya punya gembreng yang bisa jalan dengan empat roda. Intinya: mobil itu adalah mobil pertama saya waktu belajar nyetir. Inti dari intinya: mobil inilah yang dengan biadabnya saya siksa dengan ketidakprimobilan.

Jumlah tabrakan yang diderita mobil ini melebihi jenggot yang tumbuh di ketiak manusia. Segala macam lecet yang pernah dibayangi umat mobil sudah pernah terjadi pada mobil ini. Dan dengan mobil inilah, saya dengan biadabnya mengendarai layaknya mengendarai kuda binal; serong kanan serong kiri. Seandainya saja mobil ini punya nyawa, pasti sudah guling-guling melarikan diri sejauh-jauhnya dari rumah.

Hal pertama yang baru saya tau waktu belajar menyetir: jangan pernah menyetir dengan kaki. Ralat, jangan pernah menyetir dengan sok gaya. Hal inilah yang saya lakukan ketika baru tau menyetir. Dengan pedenya saya tabrak pot bunga. Tidak ada korban jiwa, Cuma kembangnya mati semua. sukses. Tanpa satupun yang ketinggalan.

Tapi, kebrutalan saya dalam menyetir bukannya tanpa hasil.

Perlahan-lahan saya bangun dari keterpurukan. Belajar dari setiap tabrakan. Bagai burung yang baru belajar terbang, saya mendapat pelajaran berharga ketika belajar menyupir mobil. Contohnya, sehabis nabrak pagar deket gerasi, saya belajar bahwa setiap mobil pasti punya rem. Pasti.

mobil yang sukses saya siksa dengan tidak keprimobilan.

Contoh lainnya, ketika saya nabrak pohon di tikungan, saya belajar bahwa jangan lupa belok ditikungan. Ngelindes tukang bakso, saya belajar bahwa tukang bakso berbeda dengan polisi tidur.

Salah seorang teman saya pernah bilang: “tenang aja Wie’, klo belum nabrak artinya kamu belum jago!”. Katanya. Bersemangat.

“berarti saya jago banget dong!”. Kata saya berapi-api. “saya kan dah pernah nabrak pagar garasi, nyium pot bunga, nabrak pohon, ngelindes tukang bakso, nyerempet taksi, nabrak kambing, sampe’ ngacurin lampu depan”.

Dia bengong.

Dia lalu bilang: “kamu tuh gila.”

Fenomena betapa idiotnya saya menyetir ini segera di analisis supir setempat. Suatu hari, setelah saya nabrak untuk kesekian kalinya, seorang supir bilang: wah, hebat banget kamu. Sudah buat bemper depannya penyot, belakangnya hancur, samping kanan-kiri lecet semua… tinggal satu lagi nih, besok pulangnya bannya ada diatas”.

Saya hanya bisa nyengir. Malu.

Selain cara menyetir yang brutal, sikap ketidakprimobilan saya ditunjukkan dengan cara merawat mobil. Bukan merawat mesin atau bodinya, ini lebih ke bensin. Yap, bensin. Saya tidak pernah mengisi bensin lebih dari 5 liter. Paling penuh itu 3 liter, yang paling sering cuma 1 liter, bahkan terkadang setengah liter. Oke, oke, saya tau bahwa saya pasti dilaknat oleh dewa-dewa mobil.

Kebiasaan mengisi 1 liter ini sukses membuat mogok dibeberapa tempat. Terutama ketika saya lagi sendirian. Pernah, suatu waktu mogok di tempat angker, kebetulan saya cuma berdua dengan teman saya. Lalu temen saya bilang: “lain kali saya naik taksi aja, dari pada harus jantungan kayak gini”. Katanya syok. Saya nyengir.

Terakhir saya nyetir sendirian. Dan pastinya, mogok. Terpaksa saya nunggu pertolongan, sekitar 1 jam-an. sendirian. Dan saya dapat mengambil pelajaran dari kejadian ini: menunggu waktu 1 jam sendirian rupanya sangat lama.

12 November 2009

Crazy Journey (part 2 of 2)

[sambungan dari sebelumnya…]

Setelah beberapa kali di hentikan lampu merah dan gadis berkerudung merah, akhirnya saya dan sepupu jauh saya sampai juga ke tujuan kedua; rumah temannya sepupu jauh saya. Sebelum memasuki pekarangan rumahnya (yang cuma setengah meter kurang), saya sudah menebak-nebak bagaimana wajah si pemilik rumah ini yang juga teman sepupu jauh saya. Beberapa wajah penghuni kebun binatang sempat berkelabat di otak, tapi dengan cepat saya buang ke tong sampah depan rumahnya.

Sekitar 10 menitan menunggu si empunya rumah, akhirnya keluar juga. Daaaaaaaaaan… wajahnyaaa… apa hendak dikata tapi tangan tak sampai, TERNYATA ORANG ARAB YANG UDAH UBANAN!!! Aaaaaaaaaa!!! Gagal deh saya ajak kawin anak perempuannya. Hehehe… (soalnya dia cerai dan anaknya dibawa istrinya, bukan karena dia orang Arab yang udah ubanan, ingat itu!)

Setelah kita salaman, basa-basi bentar dengan sepupu jauh saya, akhirnya dia masuk lagi kedalem dan keluar dengan membawa satu ceret teh hangat dan beberapa gelas mungil. Naluri binatang saya muncul. Dan dengan biadabnya saya menghabiskan teh hangat yang disajikan. Perbandingannya 3:1. Saya sudah habis tiga gelas, mereka berdua baru satu gelas. Huehehe…

Mungkin karena kelakuan saya yang bisa merugikan tuan rumah, cepat-cepat Orang Arab Teman Sepupu Jauh Saya (OATSJS) mengajak mengobrol. Setelah saling tau nama masing-masing, diapun mulai menanyakan alamat, kelas, dan lainnya. Bakat usil sayapun muncul.

OATSJS: sekarang sudah kelas berapa?

Saya: (dengan wajah stay cool) sudah semester 3. (hahahaha!!!)

OATSJS: (dengan wajah kaget) Ooh, sudah semester tiga. Kuliah dimana kamu?

Saya: di Institut Nama Disamarkan Biar Tidak Merusak Nama Baik (INDBTMNB).

Sepupu jauh saya: (tertawa dalam hati)

OATSJS: Oo, ya ya. Di INDBTMNB masuk fakultas apa?

Saya: (celingukan) emm… Adab!

OTSJS: ya-ya. Kalo’ di fakultas adab yang dipelajari apa aja?

Saya: (mulai keluar keringat dingin) em… yah pokoknya banyaklah!

Sepupu jauh saya: (tertawa ditahan)

Agar tidak terbongkar kebohongan saya, saya langsung membalik menanyakan dia.

Saya: kamu sudah berapa lama kenal dengan sepupu jauh saya ini?

OTSJS: Oh, itu sudah dulu, waktu itu bla, bla, bla…

Dan akhirnya terselamatkan juga’ kebohongan biadab saya. Huff… mana ada anak umur 16 udah kuliah di fakultas Adab? Hahaha!!! Rasain tuh!!! Kok mau-maunya dikibulin... huehehe (winner mode: ON).

Dan akhirnya malam itu berjalan seperti biasanya. Dan diapun tidak menanyakan lagi tentang diri saya.

Kira-kira setelah 1 jam disana, tentunya dengan menghabiskan teh yang disediakan, akhirnya kami mohon diri. Malu kalo’ sampe’ dibikinin lagi. Hehehe… Dan kamipun pulang dengan tenang…

Keesokan malamnya, saya kembali bertemu dengan sepupu jauh saya. Setelah basa-basi, dia bilang:

“eh, teman saya yang tadi malam nanya’ kamu lho!”

“emangnya dia lagi dimana?” Tanya saya penasaran.

“dirumah saya…” jawabnya kalem.

Perut saya mules.

Nb: kalo’ ada yang penasaran dengan tehnya, saya bilang aja: MUANTEB!!!

11 November 2009

Crazy Journey (part 1 of 2)

Ada 2 hal yang paling saya sukai dalam perjalanan: pertama, saya suka perjalanan pada malam hari, dan kedua, kendaraan yang saya tumpangi nyaman. Pada senin malam (malam selasa) lalu, saya dan sepupu jauh saya (tellopopoh) pergi ke Sumenep dengan menggunakan sepeda bebek berwarna hitam yang ancur banget (SBBHYAB). Untungnya, mesin SBBHYAB masih bisa dikatakan bagus (walau sangat membahayakan bila dimakan), sehingga tidak terlalu mengganggu perjalanan malam itu. Dengan menggunakan kostum sarung merah, kaos hitam, dan jaket hitam plus songkok hitam (bukan nasional), saya berangkat dengan riang gembira memberantas kejahatan ke kota. Sesampainya disana, sesuai tujuan yang dituju sebelum menuju tujuan, kami langsung menuju sebuah toko hempon. yups, benar sodara-sodara, toko hempon!!!(jreeng!!!). anda tidak salah baca, sebuah toko hempon!!! (jreng jreng jreng!!!)

Penampilan saya dan sepupu jauh saya (dia pakai baju koko warna coklat muda, sarung coklat, plus kopyah nasional) rupanya mengundang ketertarikan penduduk untuk menggoda melihat kami secara teliti. Beberapa berbisik-bisik. Beberapa lagi epilepsi. Sesampainya di toko tersebut, rupanya pembeli lumayan sepi, jadi saya bisa langsung menanyakan barang yang dibutuhkan. Begini percakapan singkatnya antara saya dan Mas Yang Saya Ajak Bicara (MYSAB):

Saya (dengan gairah menggebu-gebu): mas, cari’ casing nokia n-gage. Ada?

MYSAB: hah? Apa ya mas?

Saya: anu, cari casingnya n-gage.

MYSAB: apa ya mas?

Saya: cari casingnya n-gage.

MYSAB: Hah?

Aaaaaaaaaarggh!! Rupanya penjaganya rada budek!! Maunya dilanjutkan gini aja:

SAYA MAU BELI BOM ATOM BERADIASI 10 KILOMETER. ADA?!

Tapi ga’ jadi, soalnya Noordin dah mati duluan. Jadi percakapanya berlanjut begini:

Saya: saya.cari.casing.nokia.n-gage. Ada? (dengan penekanan setiap katanya)

MYSAB: Ooo, ini mas…

Saya: saya cari’ casing mas, bukan charge mas…

MYSAB: (diam)

Saya: (diam)

Setelah sekitar 5 menitan, akhirnya saya berani menyimpulkan: Rupanya nih orang selain budek, otaknya rada lemot!! Aaaaaaaaaaarrgh!!

MYSAB: Ooo, casing mas, ini mas… (sambil menyodorkan setumpuk casing n-gage)

Saya: (misuh-misuh)

Setelah selesai melihat casingnya (yang rupanya ga’ ada yang cocok), saya langsung ngajak sepupu jauh saya untuk segera meninggalkan toko. Walaupun sebenarnya masih butuh beberapa barang lagi. Yah, mengingat penjaganya, saya langsung bad mood duluan.

Karena ga’ dapet barang yang diincar, maka kami langung saja menaiki SBBHYAB dengan gagah berani menelusuri jalanan kota...

[bersambung…]